Senin, 21 September 2009

CINTA EMPAT BELAS HARI

Oleh Rathie

Farah duduk di gazebo rumah, sambil membaca kumpulan cerpen yang barusaja ia beli di toko buku faforitnya. Sejenak ia mengamati lingkungan rumahnya yang asri. Tiba-tiba muncul sesosok perempuan jangkung yang mendekati keberadaannya di luar pagar rumah. Dan menyahut-nyahut.
“Assalamu’alaikum!” dengan rasa penasaran Farah segera membukakan pintu gerbang untuk perempuan itu.
“Wa’alaikumsalam” Farah mengucap, sambil menyelidik perempuan yang berada di hadapannya. “Emilia?” Farah terheran-heran atas kedatangan temannya secara mendadak. “ Ayo masuk kedalam!” Merekapun segera memasuki rumah Farah yang cukup besar.
Jus jeruk yang barusaja di Blender oleh Bi Ati, Farah tuangkan kedalam gelas bening. Kemudian ia sajikan untuk Emilia. Farah pun duduk di sofa, didepan Emilia.
“Ada apa Mil?” matanya menyelidik tajam menyoroti wajah Emilia. “Dilihat dari mimik muka lo, lo pasti lagi sedih ya?
“Belum gue ngomong, lu udah ngambil kesimpulan. Tapi sayangnya kesimpulan lu salah!” Jawab Emilia. Tapi, memang Emilia menampakkan wajah yang tak begitu menyenangkan.
Farah hanya diam sambil mengerutkan keningnya yang lebar, seperti lapangan Golf. Emilia mengangkat Jusnya dan meminum dengan penuh kesegaran.
“Lo tau gak? Sebenarnya gue udah jadian sama Kak Jimmi.” Wajah Emilia tetap tak berekspresi.
Mata Farah semakin tajam memandangi wajah Emilia, seakan-akan ia mau melahap sosok Emilia yang jangkung dan berbadan kecil. Sewaktu-waktu Farah menerkamnya dengan taring harimau yang tajam.
“Sialan Lu, Itu kan kabar gembira!” sergap Farah. Merekapun tertawa kegirangan dalam kepahangan. Sekian lama Emila menutup diri dalam komitmennya yang tidak akan Pacaran. Kini ia membukakan hatinya untuk Kak Jimmi.
__

Lain waktu, Farah dan Emilia berada di dalam Mall. Mereka menunggu di depan arena permainan Timezone. Mereka menantikan orang yang di tunggunya segera datang dan tak menghiraukan mereka seperti itu.
“Mil, lama sekali si Kak Jimmi.” Farah mengernyit dalam kesalnya.
“Uuh... ia nih, apa mending kita pulang saja?”
“Jangan deh. Kita tunggu dia sebentar lagi!” Usul Farah, sedikit menghapus kesalahan Emilia karena telah mengajak Farah ke mall itu.
Tak lama kemudian, Kak Jimmi menampakkan diri di hadapan mereka. “Hai,,hai maaf menunggu lama!”
“Kak Jimmi kok tega sih membiarkan kita menunggu lama?” tanya Emilia memelas.
“Iya nih kak Jimmi harus tanggung jawab!” tambah Farah.
“Uh,,,seakan-akan gue punya kesalahan yang gede aja!” Jimmi menyangkal, “Oke deh kalau menurut kalian kayak gitu. Sekarang kalian boleh main sepuasnya di sini.”
Farah dan Emillia saling berpandangan. Sesaat mereka saling terdiam. Kemudian mereka pun berkata, “Horee!!!”
Mereka bertiga tertawa kegirangan. Apa yang dilakukan Farah diantara Emillia dan kak Jimmi? Dia sepertinya sedikit mengganggu kencan mereka. Tapi apa boleh buat bagi Farah, sebab Emilia sendiri yang memintanya untuk menemani kencannya. Farah juga tak begitu canggung, karena Kak Jimmi itu sudah ia anggap sendiri seperti kakaknya sendiri.
Setelah sekian lama mereka bermain, kak Jimi bermaksud untuk pergi ketoilet dan minta izin terlebih dahulu kepada mereka utamanya Emilia sebagai pacarnya. Emilia mengizinkannya dan segera Kak Jimi hilang dari pendangan mereka. Emilia dan Farah masih tetap bermain walaupun lelah.
Mendadak Emilia, merasakan sesuatu yang tak menyenangkan di tubuhnya. Ia mengernyit kesakitan. Dan terdiam dalam sakitnya. Karena sakitnya telah melwati batas ketahanannya. Ia pun jongkok dan memegangi perutnya sebagai sumber kesakitan.
“Emilia, lo kenapa?” jerit Farah bersimpati.
“Aduh perut gue sakit Far, kayaknya mah gue kambuh.” Jawabnya dengan suara parau.
“Mendingan lo duduk dulu di pinggir, gue mau cari Obat and cari si kak Jimi yang tiba-tiba menghilang di telan mall ini.” Bergegas Farah berlari-lari kecil, ia sangat khawatir kepada Emilia. Karena memang kondisi badannya lemah.
Farah telah menemukan Obat yang ia maksud di toko obat. Ketika ia hendak mencari Kak Jimi ke Toilet. Ia melihat ada seorang teman dekatnya yang bernama Zahra sedang duduk di cafe. Ketika itu farah hendak menyapa sohibnya itu. Namun tiba-tiba datanglah Kak Jimi menghampiri Zahra sambil memberikan minuman dingin.
“Buset, Kak Jimi berani sekali.” Farah juga tahu betul kalau sebenarnya dari dulu ia menyukai Zahra, tetapi Zahra tidak memberikan sinyal kepada Kak Jimmi. Farah sangat kecewa sekali kepada Kak Jimi, ia segera kembali untuk mendapati Emilia.
Ternyata Emilia masih meringis kesakitan. Farah Memberikan Obat yang baru ia beli dan meminumkannya.
“Mil kita Pulang saja Yuk!” ajak Farah sembari khawatir.
“Enggak sebelum kak Jimmi datang!”
“Tapi tadi kak Jimmi memintaku agar segera pulang saja karena tadi Kak Jimmi bertemu dengan rekan bisnisnya.” Farah Sedikit berbohong karena khawatir Emilia sakit hati.
“Beneran Kak Jimmi yang ngomong?” tanya Emilia memastikan.
“Masa sih gue bo’ong sama Sahabat gue.” Mereka pun langsung pergi dari mall itu.
__

Farah sedang mengerjakan PR yang belum ia kerjakan dirumah. Datanglah Emilia dengan segunduk cerita seulas Kak Jimmi. Ia menceritakan saat-saat yang indah baginya ketika ia diantarkan pulang oleh kak Jimi dengan motor kerennya. Emilia tak bertumpu sediukitpun untuk mempertahankan diri kelak jika ia terjatuh dari motor. Lalu apa yang terjadi? Kak jimi meraih tangan Emilia dan menyimpan tangan itu di badan tegap Kak Jimi yang atletis dengan memeluk Kak Jimi. Emilia merasa Canggung tapi ia tahu bahwa Kak Jimi sangat melindunginya.
Ketika itu, kak Jimi memperhatikan tangan Emilia dan berkata, “Kulit tanganmu hitam sekali? Jangann sering panas-panasan donk!” dengan bicara seperti itu, tahu kalau Kak Jimmi sangat berempati kepadanya. Menurut Emilia itu merupakan peristiwa yang sangat romantis.
“Apa lu benar-benar menyukai Kak Jimmi?” Tanya Farah.
“Yes, I’m so Really.” Jawabnya singkat dan jelas.
“Lu tidak merasa ada yang aneh terhadap kak Jimmi, kalau-kalau ia akan berhianat sama lu?” tranyanya penuh dengan Privasi.
“Sebenarnya kak Jimmi, udah ngomong sama gue kalau sebenarnya ia jadikan aku yang kedua.” Jawabnya tanpa ekspresi, “dan pacarnya yang satu lagi itu adalah kakak kelas kita. Tapi dia tidak memberitahu gue siapa orangnya.”
“Lu...ah..” Farah merasa serba salah, “Bener dia itu kelas tiga? Bukan kelas dua seperti kita-kita ini!”
“Bukan, dia kelas tiga.” Saat itu juga Farah memandang ada yang salah dengan Kak Jimmi yang telah ia anggap sendiri seperti kakaknya. Kini ia tahu bahwa sikap cowo rata-rata adalah bajingan. Termasuk yang mempunyai kharisma seperti Kak Jimmi pun.
__

Kembali Emilia diantarkan pulang oleh Kak Jimmi. Farah merasa otaknya pening dengan suasana rumahnya, ia ingin suasana yang lain. Kemudian ia nekat untuk menginap di rumah temannya Ronda tanpa memberi tahu orang tuanya. Ia memutuskannya saat ia berada di dalam Bis Sekolah bersama sahabat-sahabatnya Ronda, Maelany, dan Zahra. Maelany dan Zahra pun ikut untuk menginap di rumah Ronda. Tetapi mereka meminta izin terlebih dahulu kepada orangtuanya.
Farah langsung menuju ke rumah Ronda sedangkan Maelany dan Zahra Pulang terlebih dahulu kerumahnya masing-masing. Saat ia menunggu kedatangan mereka, ia hanya mendapati Maelany yang lebih dahulu datang dari Zahra. Setelah sekian lama dan setelah senja turun dari ufuknya, hingga suasana menjadi gelap. akhirnya Zahra datang. Tetapi apa yang terjadi? Ia diantarkan oleh Kak Jimmi dan sepeda Motornya.
Hati Farah terpukul, ia semakin meredam rasa sakit. Karena sahabatnya Emilia telah di khianati lebih lanjut. “dasar Playboy cap Bebek.” Gerutunya dalam hati. Di dalam kesunyian malam, ia bertanya kepada Zahra tentang hubungannya dengan Kak Jimmi. Tapi ia berkata kalau dia tidak mempunyai hubungan spesial.
Farah tahu betul, sekian lama Kak Jimmi menyukai Zahra. Dan farah yakin, seandainya Zahra tidak mempunyai rasa kepada Kak Jimi waktu itu. Maka lama kelamaan Zahra juga pasti akan menyukai Kak Jimmi. Hal ini di buktikan Kak Jimmi mengantarkan Zahra ke rumah Ronda yang jauh dari keramaian kota.

Esok tiba. Ingatannya sangat kuat, saat-saat Emilia berkata padanya kalau ia berpacaran dengan Kak Jimmi. 10 hari sudah Emilia berpacaran.
Hari itu adalah Ujian tengah semester, Farah Sibuk mencari teman-temannya untuk meminta penjelasan terhadap pelajaran yang belum ia pahami. Kemudian ia mendapati Emilia sedang duduk di depan kelas. Wajah Emil menandakan ia sangat kesal dan kecewa.
“Lu Kenapa Emil?” tanya Farah.
“Gue lagi kesel sama si Kak Jimmi.” Jawabnya merintih. Farah menyadari mungkin Emilia telah tahu hubungan antara Zahra dan Kak Jimmi. “Gue Kecewa, karena kemarin saat gue dan Kak Jimmi hendak ke Restoran. Disana Juga terdapat Zahra.” Kini Farah yakin betul kekecewaan dari Emilia.
“Kita makan se meja. Tetapi Kak Jimmi lebih banyak bicara kepada Zahra kebanding sama gue. Disana terlihat seolah-olah yang lagi pacaran itu Kak Jimmi dan Zahra bukan sama gue.”
Farah geram, ia menjadi sangat tidak menyukai Kak Jimmi. Dia tidak bisa menahan-nahan rahasia yang ia ketahui selama ini, “Emil lu tau gak? Kemarin saja saat kita menginap kerumah Ronda. Zahra di anterin Kak Jimmi kerumah Ronda.”
Sorot mata Emilia sayu, ia tersendu dan mukanya merah. Bunga yang mekar didalam hatinya mendadak layu dan tak berwarna. “Mil, gue gak tahan juga nyaksiin tingkah Kak Jimmi. Ya gue kasih tahu aja ke elo.”
“Mungkin saja sesudah dia nganterin gue ke rumah, ia balik lagi ke Resto. Soalnya saat balik Zahra masih diam di Resto. Dan mungkin Kak Jimmi langsung nganterin Zahra kerumah Ronda.”
“Tett,,,Tett!” Bel masuk berbunyi, pembicaraan mereka pun terhenti karena mereka harus segera keruangan masing-masing untuk mengisi soal Ujian tengah semester.
Emilia belari, tapi dia tidak menuju kelasnya. Melainkan menuju kelas di mana Zahra berada. Farah merasa bersalah, tapi ia fikir itu memang yang terbaik bagi Emilia.
“Zahra...ellllooo?” ia berkata sambil terisak-isak. Kemudian ia tak bisa melanjutkan kata-katanya lagi karena ia tak kuat untuk menangis.
“Ada apa Emil?” tanya Zahra berempati, karena pipi yang berkulit hitam manis itu terbasahi oleh air mata kesedihan.
“Pokoknya elo nanti tanya aja Farah, tentang masalah ini!” ujar Emilia lantas ia meninggalkan kelas Zahra.
__

Farah berjalan di antara siswa lain, yang juga akan segera meninggalkan sekolah. Rok abu-abu itu terayun oleh langkahnya yang anggun. Lalu tiba-tiba ada seseorang yang meneriaki namanya. Farah berpaling ke arah sumber suara, dan ternyata yang memanggilnya adalah Zahra.
“Ada apa?” tanya Farah tenang, ia telah mengira apa yang akan ditanyakan oleh Zahra.
“Soal masalah Emilia, Emangnya ada apa sih?” tanya itu penuh dengan selidik. Farah mencoba untuk mengeluarkan hembusan rasa penat yang akhir-akhir ini sering mengguncangnya. Tak lama berselang dari itu, Farah pun menjelaskan cerita tentang Emilia kepada Zahra.
Lalu bagaimana dengan respon dari Zahra sendiri? Ia meminta maaf kepada Emilia melalui Farah. Ia berkata bahwa ia tak mengetahui sedikitpun hubungan antara Emilia dan Kak Jimmi.
“Lalu sebenernya lu sama Kak Jimmi itu ada hubungan apa?” Farah berulangkali melempari Zahra dengan pertanyaan.
“Aku tidak ada hubungan apapun. Aku hanya menganggap Kak Jimmi sebagai kakakku.”
“Oke, Kalu begitu lu harus ceritain semua ini sama Emilia!”
“Kapan?”
“Kapan lagi? Ya sekarang lah!”
Saat itu semua teman-teman Emilia berada di rumahnya untuk menghibur Emilia dari laranya. Mereka adalah Maelany, Ronda, Vez, Moni, Tiyas dan ditambah Zahra serta Farah yang baru saja datang. Ketika itu pula Zahra meminta maaf dengan sepenuh hati, sebagai sahabatnya.
Emilia pun menerima maafnya, karena kesalahan dari insiden ini sebenarnya berada di tangan Kak Jimmi. Kini mereka merencanakan untuk memberi pelajaran kepada Kak Jimmi.
Dengan matang dan kompak mereka telah berada di posisi masing-masing untuk bersandiwara di depan Kak Jimmi di hari itu juga. Tetapi sepertinya rencana mereka gagal. Karena hari semakin gelap, merekapun segera menuju ke tempat istirahatnya, rumah mereka masing-masing.
__

Esok harinya, tepatnya di hari ke 14 dimana mereka menyandang status berpacaran. Emilia tak ingin melibatkan teman-temannya dalam masalahnya. Ia menemui Jimmi seorang diri dan bicara baik-baik kepadanya, tentang unek-unek yang selama ini ia tak sukai dalam diri Jimmi.
Jimmi menerima keluhan dari Emilia. Ia pun sadar akan tindakannya yang bersifat menyakitkan hati bagi Emilia. Setelah lama mereka dalam perbincangan yang panjang, akhirnya Emilia memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka.
Emillia merasakan Plong yang dalam dari hatinya. Dan rasanya itu sangat menenangkan. Ia menuju ke tempat berkumpulnya teman-temannya. Awalnya mereka berkumpul untuk memecahkan masalah Emilia bersama-sama.
“Emilia... lo kemana saja?” tanya Vez dengan kerutan di dahinya.
“Gue sekarang udah putus dengan Kak Jimmi.” Emilia berkata seperti itu dengan wajah yang pucat. “Tapi gue seneng kok, sekarang gue udah putus sama cowok playboy cap bebek.”
Mereka semuapun bertepuk tangan, karena usaha Emilia yang patut di berikan aplouse. Merekapun kini tak tercekam dalam ketegangan yang membekukan pikiran. Mereka tertawa, bercanda kembali.
Saat Emilia dan Farah hanya berdua saja di dapur, Farah berkata, “itu tindakan yang sangat kesatria Emil.” Dengan menampakan senyuman manis di bibirnya. “tapi elo harus tetap waspada kepada Zahra.”
“Emangnya kenapa?”
“Apa lu gak berfikir kenpa bisa-bisanya ia dekat sekali dengan Kak Jimmi?” Farah menjelaskan pertanyaan awalnya.
Farah tak perlu melanjutkan kalimatnya, karena Emilia telah mengerti apa yang dimaksud Farah. “Ya aku akan tetap waspada, walau gue telah melepaskan Kak jimmi untuk selamanya.” ***

BEKAMENGA dan BARAK OBAMA


Oleh: Rathie

Pratiwi, memandang sebuah poster pemain kesebelasan Persib Bandung. Ia pandangi dengan intents wajah seorang pemain dengan kulit hitam yang selalu ia kagumi. Ia berasal dari negeri di Benua Afrika nan jauh disana. Merasuk lebih jauh kedalam dunia mimpi.
Indah dan bahagia, Pratiwi berada hanya berdua dengan Cristian Bekamenga di taman luas yang penuh dengan beribu bunga-bungaan. Kemudian Bekamenga memetikan satu dari ribuan bunga itu.
“Bunga mawar merah yang terindah dari ribuan macam-macam bunga yang lain ini, khusus untuk mu!” cakap Bekamenga sangat romantis.
Pratiwi tersenyum manis, ia menerima bunga yang di berikan kepadanya, “Terima Kasih Idolaku!” ucapnya.
“Aku….aku…..” ucapan Beka terbata-bata tak teratur.
Segunung pikiran yang macam-macam tertampung di kepala Pratiwi. “Wah..Beka akan menyatakan perasaannya, apa dia suka padaku atau …..” gumamnya menderu.
“Aku…….”
“Pratiwi!!!” teriakan dari Ibu pratiwi membuyarkan hayalannya. “Cepat kamu pergi kesekolah!”
Pratiwi lantas melihat jam dinding. Busyet! Jam setengah delapan, ia kesiangan. Pratiwipun segera menancap kakinya dengan kebutan yang dahsyat dan membiarkan Bekamenga terbang bersama hayalannya.
Pintu gerbang sekolah tertutup terpaksa ia harus menerima hukuman. Hukuman itu berupa opsih, di areal lapangan yang kegunaannya multifungsi. Walau ringan, ia sangat malu kepada teman-temannya.
__

Bel istirahat telah berbunyi. Pratiwi pergi kekantin bersama sahabatnya yang bernama Lani. Sambil memakan cemilan, mereka berdua berbincang.
“Tiwi, siang sekarang ada pemilihan ketua osis baru di SMA kita. Lu mau milih siapa?” Tanya Lani.
“Menurut lo, diantara kedua cowok itu siapa yang pantes?” Tiwi malah membalikkan pertanyaan.
Satu kali hembusan napas panjang, Lani keluarkan dengan berat. lalu ia menjawab. “Ya jelas Arya dong, secara getuu,,dia itu kan wajahnya gakal, ganteng kalem gitu deh kayak Kim Bum. Kalau si Renald yang item kayak areng itu….gak banget kali.”
“Selera lu familiar banget Lan, Renald itu mirip sama Cristian Bekamenga. Ganteng Tauk! Lagian dilihat dari kualitasnya, ya... lebih pantesan Renald lah.”
“Aukkkkff,,!’ Lani memuncratkan jus yang ketika hendak ia minum “Apa Lo bilang, Renald Ganteng? Gak banget deh. Emang sih, cara mimpin Renald lebih bagus. Tapi Arya juga bagus kok. Cuma beda-beda tipis.”Lani membela diri.
“Terserah lo, gue tetep pada pendirian. Renald itu Ganteng. Udah ah, gue mau ke kelas dulu.” Berdiri dari meja dan merapikan diri. “Gue mau memandang puas wajah Renald kembaran Bekamenga di kelas….Bubye!” tambah Pratiwi dan lekas pergi.
“Aneh banget tu anak…”gumam Lani dan bergegas mengejar Pratiwi.

Pratiwi duduk di bangku ke 3, jajaran ke 2. sedangkan Renald sedang duduk di bangku ke 4, jajaran ke 4. hanya ada beberapa orang yang tinggal dikelas. Renald sedang menulis sesuatu, kelak ia berpidato di podium tepatnya di depan lapangan utama.
Tak lama Lani pun duduk disampingnya. Ia memutar-mutarkan tangannya di depan muka Pratiwi yang sedang memandang cowok item itu. Dan apa yang terjadi? Mata Pratiwi yang Belo itu tak sedikitpun mengedip. Akhir-akhir ini Pratiwi sering melakukan hal-hal yang aneh saat berhadapan dengan cowok idamannya. Begitulah kata hati Lani menyeruakkan.
Suatu istirahat, pernah terjadi satu peristiwa yang memalukan. Awalnya, Pratiwi duduk-duduk santai bersama sahabatnya itu. Ketika itu, datanglah Renald dengan gaya jalan yang tegap dan gagah. Seketika itu pun Pratiwi beranjak dari duduknya dan menyuarakan puisi aneh tentang Cristian Bekamenga lengkap dengan Ekspresi yang ia hayati. Sampai-sampai orang-orang yang berada di sekelilingnya menertawakan perilaku Pratiwi termasuk Renald sendri. Pratiwi mendadak aneh seakan kesurupan.
“Tiwi…?” Lani mulai memanggil nama Pratiwi, untuk menyadarkan Pratiwi dari pandangan berbuah lamunan itu. Tapi ia tetap diam mematung.
“Tiwi....?” kembali ia memanggil. Kini Lani sambil menggerak gerakan tubuh Pratiwi. Namun reaksinya nihil.
Mendengar Lani kerapkali meneriaki nama temannya, Renald yang sedang sibuk, sedikit terganggu dan akhirnya tatapan mata Renald bertemu dengan pandangan kosong Pratiwi. Saat itulah pratiwi merespon dan sadar dari lamunannya. Pratiwi sendiri merasa, ada sebuah reaksi fisis berbau listrik yang menyengat matanya. Pratiwi pun segera mengalihkan pandangan, diiringi sebuah rasa malu.
Renald tersenyum dan kembali menulis, agar pekerjaannya cepat selesai. Pratiwi mendadak salting. Ia mencari-cari kesibukan. Segera ia ambil dan membuka sebuah buku Novel. Dan Lani lantas mengerjakan tugas yang belum sempat ia selesaikan. Kini, perhatian mereka bertumpu pada kesibukannya masing-masing.
Lani melirik kearah samping, tempat dimana ia bersebelahan duduk. “Tiwi, Mulai deh, lu lakuin hal yang aneh.”
“Biasa aja kali!” jawabnya datar sambil memelototi novelnya.
Renald bangkit dari duduknya, ia segera menuju keluar untuk mempersiapkan pidato yang sangat menentukan popularitas serta tanggung jawabnya di sekolah. Diam-diam, Pratiwi mengamati gerak-gerik Renald.
Renald melewati bangku yang diduduki oleh pratiwi dan Lani. Pratiwi masih bisa mengamati cowok itu, karena dua rekan yang seharusnya duduk di depan, sedang berada diluar.
Selintas Renald melirik Pratiwi. Lalu tiba-tiba, Langkah Renald berhenti. Pratiwi langsung kembali memelototi Novelnya. Renald mendekati mereka. “Aduh.. gue kok jadi salah tingkah begini?’ Gerutu Pratiwi dalam hati.
“Pratiwi?” Renald menyebut namanya.
Ooo,... bunga-bunga berjatuhan dari langit, menjatuhi tubuh Pratiwi dengan ringan. Burung burung merpati yang sedari tadi berlabuh di hatinya berterbangan menyambut bunga-bunga itu.
Tanpa sadar Pratiwi berkata, “Ya ada apa?”
“Lu lagi ngapain?” kening Renald mengerut.
“Hmmb, gue lagi baca novel Nald.” Bibir mungil Pratiwi melengkung dengan manis.
“Gue rasa lu gak bakalan bisa baca novel itu.”
“Novel ini bagus kok.” Tanpa melepaskan senyumannya.
Lani memperhatikan tingkah Pratiwi, mata Lani gesit menyelidik Pratiwi dan Novelnya. Lani Melotot dan menghembuskan napasnya setelah melihat sesuatu yang janggal dari Pratiwi.
“Ya, gue rasa lu gak bakalan bisa baca novel itu. Karena buku itu terbalik Wi.” Tegas Renald.
“hmm,,ohh??” Pratiwi langsung membalikkan dengan benar posisi novelnya, “Aaaku, sengaja membalikkan buku ini. Karena ada kesenangan tersendiri yang dapat kunikmati, saat aku membaca novel ini dengan terbalik.” Alasan yang aneh tapi masuk akal.
“Oh..” jawab Renald singkat, lantas ia melanjutkan kembali jalannya.

“Pintar sekali lu beralasan Wi.” Puji Lani dengan menggleng-gelengkan kepalanya.”
“Uh..... dia sangat menawan sekali. Ya kan Lan?”
“Menurut lu, tapi menurut gue enggak.” Lani mempertegas presepsinya, “Mendingan kita juga ke lapang sekarang, buat dengerin pidato calon-calon ketua osis.”
“Yaaaa, kalau begini caranya aku gak akan bosan-bosan memandangi terus wajah Renald.”

Acara Pidato dimulai, seluruh siswa SMA itu berkumpul di lapangan. Mereka meneriaki nama calon ketua osis yang di jagokannya masing-masing.
“Renald, Renald...” Teriak Pratiwi dengan histeris.
Kemudian ada seorang Cowok gokil membawa spanduk yang berisikan, “Ketua Osisku adalah Barak Obama” Cowok itu pun tak kalah histerisnya dengan Pratiwi. Ia berkata, “Renald adalah Obamaku....” acap kali ia mengatakan kalimat tersebut.
Seluruh siswa yang berada di pihak Renald pun menuruti kata-kata cowok gokil itu termasuk Pratiwi. “ Obama, Obama, Obama....” Nama itu menggema ibarat sampai langit ketujuh.
Acara pun dimulai dan ternyata Arya terlebih dahulu melakukan pidatonya dengan bersemangat. Banyak siswa yang bertepuk tangan untuknya.
Setelah Arya mengucapkan kata-kata terakhirnya yang berbunnyi, “Majukan SMA kita demi Indonesia!” maka kata-kata itu lah sebagai tanda di mulainya pidato yang akan di sampaikan oleh Obama Renald.
Tak kalah dengan Arya, Renald berpidato dengan semangat dan berapi-api. Di iringi dengan kelancaran kosa kata yang keluar dari mulutnya, semakin sempurnalah pidato yang ia lontarkan kepada seisi sekolah.
Begitupun dengan Renald. Ia mengakhiri pidatonya dengan sebuah kata yang terukir. Bunyinya yaitu, “Secercah Cahaya akan Mengembang Sinarnya di SMA kita!!
Respek dari seluruh siswa sangat baik terhadap Renald. Renald menyihir seisi sekolah dengan beberapa untaian kata yang mengalir seperti air.
Renald belum beranjak dari podium. Apa yang akan ia lakukan? Apakah ia akan mengulang pidatonya? Mana mungkin pidato yang sempurna itu di ulang kembali.
“Sebelum saya turun dari podium ini, dan sebelum kakak-kakak, adik-adik dan rekan-rekan semua yang saya sayangi akan menentukan nasib sekolah kita selama setahun kedepan ini. Saya akan mengungkapkan perasaan saya kepada seorang gadis, yang cantiknya jelita dan selama ini diam-diam saya kagumi.” Ternyata Renald akan mengungkapkan perasaannya. Sekilat, seluruh siswa diam. Seperti serangga malam yang terinjak.
“Deg” jantung Pratiwi rasanya tertahan dari detaknya. “Mungkin saja, yang dimaksud oleh Renald adalah dia, atau gadis lain.”
“Dia adalah seorang gadis yang selama ini dekat sekali keberadaannya.”Satu ciri itu melunturkan keyakinan Pratiwi, karena dia bukanlah orang yang dekat dengannya.
“Gadis itu adalah idolaku.” Kembali keyakinan Pratiwi merosot, karena dia juga bukan seorang yang pantas di idolakan.
“Kenapa aku mengatakan dia seperti itu, karena ia telah tertanam dalam hati ku.” Pudarlah sudah semua keyakinannya, Pratiwi merasa Renald jarang sekali memperhatikan Pratiwi. Mana mungkin dia bisa berada didalam hati sang Barak Obama.
“Dia adalah.......”
Semua siswa tidak sabar ingin mengetahui orang yang di cintai oleh calon ketua osisnya. Pratiwi tidak akan sanggup mendengar nama gadis itu di sebutkan. Hatinya pasti akan tersayat-sayat. Dia langsung Membekap telinganya rapat-rapat
“Pratiwi Ayu Lestari.”
Otomatis, seluruh siswa memandang ke arah Pratiwi. Sedangkan Pratiwi tidak tahu bahwa nama gadis yang di sebutkan itu adalah namanya sendiri. Pratiwi pun menjadi terheran-heran, semua mata tertuju padanya.
“Aaa,, Ada apa iii,ini?” ia berkata terputus-putus.
Seisi sekolah bergemuruh dan bertepuk tangan. Respon dari merekapun bermacam-macam. Ada yang menggoda, ada yang terharu, ada yang tersenyum-senyum bahagia, dan yang tak di sangka ada pula yang cemburu.
Kini mata Renald pun tertahan di hadapan Pratiwi, “Bagaimana menurutmu Pratiwi?”
“Ah.... gg gue?” dia tidak tahu apa yang sebenarnya yang di maksud.
“Pratiwi, saya meminta secara khusus agar anda bisa naik ke atas podium ini.” Jelas Renald.
“Oh,, ternyata benar, yang dimaksud mungkin gue.” Keyakinan itupun tumbuh kembali di dadanya. Dan Pratiwi lantas menaiki podium.
Pratiwi berdiri di samping Renald. Renald tidak membiarkan Pratiwi begitu saja. “Pratiwi, apakah tadi kau telah mendengar kataku?”
“Iya!” Pratiwi mencoba untuk bersikap dingin, seakan ia tak peduli.
“Terus?”
“Gue kira, orang itu bukan gue. Karena ciri-ciri yang tadi lo sebutin sangat bertentangan dengan gue.”
“Apakah kau tidak mendengarkan kataku yang terakhir?”
“Gggue denger kok.”
“tadi itu aku berkata, Kenapa aku mengatakan kamu seperti itu, karena kanu telah tertanam dalam hati ku.” Kata-kata itu menambah kekaguman Pratiwi. “Apakah kau juga akan menyimpan diriku di hatimu?”
“Kenapa lu nanya kayak gitu?” Renald sedikit heran dengan jawaban Pratiwi. “tentu saja, dari dulu..... lu selalu ada dalam hati gue, tanpa lu suruh sedikitpun.” Serempak seluruh siswapun bertepuk tangan dan terharu bangga kepada calon ketua osisnya juga pada Pratiwi.
Kejadian yang terakhir itu semakin menguatkan hasil pemilihan siswa, 80% memilih Renald. Dan di mulai dari situlah Pratiwi menyandang status berpacaran dengan Renaldy Alfandy.
Pratiwi kini tidak lagi berangan-angan di udara. Kini ia sangat bahagia dengan Ketua osisnya yang tercinta. Begitupun dengan Renald sendiri, sesungguhnya dari dulu ia sangat menyukai Pratiwi. Namun disembunyikan dengan rapi, sebelum ia nyatakan sendiri lewat hati ke hati. ***