Senin, 21 September 2009

BEKAMENGA dan BARAK OBAMA


Oleh: Rathie

Pratiwi, memandang sebuah poster pemain kesebelasan Persib Bandung. Ia pandangi dengan intents wajah seorang pemain dengan kulit hitam yang selalu ia kagumi. Ia berasal dari negeri di Benua Afrika nan jauh disana. Merasuk lebih jauh kedalam dunia mimpi.
Indah dan bahagia, Pratiwi berada hanya berdua dengan Cristian Bekamenga di taman luas yang penuh dengan beribu bunga-bungaan. Kemudian Bekamenga memetikan satu dari ribuan bunga itu.
“Bunga mawar merah yang terindah dari ribuan macam-macam bunga yang lain ini, khusus untuk mu!” cakap Bekamenga sangat romantis.
Pratiwi tersenyum manis, ia menerima bunga yang di berikan kepadanya, “Terima Kasih Idolaku!” ucapnya.
“Aku….aku…..” ucapan Beka terbata-bata tak teratur.
Segunung pikiran yang macam-macam tertampung di kepala Pratiwi. “Wah..Beka akan menyatakan perasaannya, apa dia suka padaku atau …..” gumamnya menderu.
“Aku…….”
“Pratiwi!!!” teriakan dari Ibu pratiwi membuyarkan hayalannya. “Cepat kamu pergi kesekolah!”
Pratiwi lantas melihat jam dinding. Busyet! Jam setengah delapan, ia kesiangan. Pratiwipun segera menancap kakinya dengan kebutan yang dahsyat dan membiarkan Bekamenga terbang bersama hayalannya.
Pintu gerbang sekolah tertutup terpaksa ia harus menerima hukuman. Hukuman itu berupa opsih, di areal lapangan yang kegunaannya multifungsi. Walau ringan, ia sangat malu kepada teman-temannya.
__

Bel istirahat telah berbunyi. Pratiwi pergi kekantin bersama sahabatnya yang bernama Lani. Sambil memakan cemilan, mereka berdua berbincang.
“Tiwi, siang sekarang ada pemilihan ketua osis baru di SMA kita. Lu mau milih siapa?” Tanya Lani.
“Menurut lo, diantara kedua cowok itu siapa yang pantes?” Tiwi malah membalikkan pertanyaan.
Satu kali hembusan napas panjang, Lani keluarkan dengan berat. lalu ia menjawab. “Ya jelas Arya dong, secara getuu,,dia itu kan wajahnya gakal, ganteng kalem gitu deh kayak Kim Bum. Kalau si Renald yang item kayak areng itu….gak banget kali.”
“Selera lu familiar banget Lan, Renald itu mirip sama Cristian Bekamenga. Ganteng Tauk! Lagian dilihat dari kualitasnya, ya... lebih pantesan Renald lah.”
“Aukkkkff,,!’ Lani memuncratkan jus yang ketika hendak ia minum “Apa Lo bilang, Renald Ganteng? Gak banget deh. Emang sih, cara mimpin Renald lebih bagus. Tapi Arya juga bagus kok. Cuma beda-beda tipis.”Lani membela diri.
“Terserah lo, gue tetep pada pendirian. Renald itu Ganteng. Udah ah, gue mau ke kelas dulu.” Berdiri dari meja dan merapikan diri. “Gue mau memandang puas wajah Renald kembaran Bekamenga di kelas….Bubye!” tambah Pratiwi dan lekas pergi.
“Aneh banget tu anak…”gumam Lani dan bergegas mengejar Pratiwi.

Pratiwi duduk di bangku ke 3, jajaran ke 2. sedangkan Renald sedang duduk di bangku ke 4, jajaran ke 4. hanya ada beberapa orang yang tinggal dikelas. Renald sedang menulis sesuatu, kelak ia berpidato di podium tepatnya di depan lapangan utama.
Tak lama Lani pun duduk disampingnya. Ia memutar-mutarkan tangannya di depan muka Pratiwi yang sedang memandang cowok item itu. Dan apa yang terjadi? Mata Pratiwi yang Belo itu tak sedikitpun mengedip. Akhir-akhir ini Pratiwi sering melakukan hal-hal yang aneh saat berhadapan dengan cowok idamannya. Begitulah kata hati Lani menyeruakkan.
Suatu istirahat, pernah terjadi satu peristiwa yang memalukan. Awalnya, Pratiwi duduk-duduk santai bersama sahabatnya itu. Ketika itu, datanglah Renald dengan gaya jalan yang tegap dan gagah. Seketika itu pun Pratiwi beranjak dari duduknya dan menyuarakan puisi aneh tentang Cristian Bekamenga lengkap dengan Ekspresi yang ia hayati. Sampai-sampai orang-orang yang berada di sekelilingnya menertawakan perilaku Pratiwi termasuk Renald sendri. Pratiwi mendadak aneh seakan kesurupan.
“Tiwi…?” Lani mulai memanggil nama Pratiwi, untuk menyadarkan Pratiwi dari pandangan berbuah lamunan itu. Tapi ia tetap diam mematung.
“Tiwi....?” kembali ia memanggil. Kini Lani sambil menggerak gerakan tubuh Pratiwi. Namun reaksinya nihil.
Mendengar Lani kerapkali meneriaki nama temannya, Renald yang sedang sibuk, sedikit terganggu dan akhirnya tatapan mata Renald bertemu dengan pandangan kosong Pratiwi. Saat itulah pratiwi merespon dan sadar dari lamunannya. Pratiwi sendiri merasa, ada sebuah reaksi fisis berbau listrik yang menyengat matanya. Pratiwi pun segera mengalihkan pandangan, diiringi sebuah rasa malu.
Renald tersenyum dan kembali menulis, agar pekerjaannya cepat selesai. Pratiwi mendadak salting. Ia mencari-cari kesibukan. Segera ia ambil dan membuka sebuah buku Novel. Dan Lani lantas mengerjakan tugas yang belum sempat ia selesaikan. Kini, perhatian mereka bertumpu pada kesibukannya masing-masing.
Lani melirik kearah samping, tempat dimana ia bersebelahan duduk. “Tiwi, Mulai deh, lu lakuin hal yang aneh.”
“Biasa aja kali!” jawabnya datar sambil memelototi novelnya.
Renald bangkit dari duduknya, ia segera menuju keluar untuk mempersiapkan pidato yang sangat menentukan popularitas serta tanggung jawabnya di sekolah. Diam-diam, Pratiwi mengamati gerak-gerik Renald.
Renald melewati bangku yang diduduki oleh pratiwi dan Lani. Pratiwi masih bisa mengamati cowok itu, karena dua rekan yang seharusnya duduk di depan, sedang berada diluar.
Selintas Renald melirik Pratiwi. Lalu tiba-tiba, Langkah Renald berhenti. Pratiwi langsung kembali memelototi Novelnya. Renald mendekati mereka. “Aduh.. gue kok jadi salah tingkah begini?’ Gerutu Pratiwi dalam hati.
“Pratiwi?” Renald menyebut namanya.
Ooo,... bunga-bunga berjatuhan dari langit, menjatuhi tubuh Pratiwi dengan ringan. Burung burung merpati yang sedari tadi berlabuh di hatinya berterbangan menyambut bunga-bunga itu.
Tanpa sadar Pratiwi berkata, “Ya ada apa?”
“Lu lagi ngapain?” kening Renald mengerut.
“Hmmb, gue lagi baca novel Nald.” Bibir mungil Pratiwi melengkung dengan manis.
“Gue rasa lu gak bakalan bisa baca novel itu.”
“Novel ini bagus kok.” Tanpa melepaskan senyumannya.
Lani memperhatikan tingkah Pratiwi, mata Lani gesit menyelidik Pratiwi dan Novelnya. Lani Melotot dan menghembuskan napasnya setelah melihat sesuatu yang janggal dari Pratiwi.
“Ya, gue rasa lu gak bakalan bisa baca novel itu. Karena buku itu terbalik Wi.” Tegas Renald.
“hmm,,ohh??” Pratiwi langsung membalikkan dengan benar posisi novelnya, “Aaaku, sengaja membalikkan buku ini. Karena ada kesenangan tersendiri yang dapat kunikmati, saat aku membaca novel ini dengan terbalik.” Alasan yang aneh tapi masuk akal.
“Oh..” jawab Renald singkat, lantas ia melanjutkan kembali jalannya.

“Pintar sekali lu beralasan Wi.” Puji Lani dengan menggleng-gelengkan kepalanya.”
“Uh..... dia sangat menawan sekali. Ya kan Lan?”
“Menurut lu, tapi menurut gue enggak.” Lani mempertegas presepsinya, “Mendingan kita juga ke lapang sekarang, buat dengerin pidato calon-calon ketua osis.”
“Yaaaa, kalau begini caranya aku gak akan bosan-bosan memandangi terus wajah Renald.”

Acara Pidato dimulai, seluruh siswa SMA itu berkumpul di lapangan. Mereka meneriaki nama calon ketua osis yang di jagokannya masing-masing.
“Renald, Renald...” Teriak Pratiwi dengan histeris.
Kemudian ada seorang Cowok gokil membawa spanduk yang berisikan, “Ketua Osisku adalah Barak Obama” Cowok itu pun tak kalah histerisnya dengan Pratiwi. Ia berkata, “Renald adalah Obamaku....” acap kali ia mengatakan kalimat tersebut.
Seluruh siswa yang berada di pihak Renald pun menuruti kata-kata cowok gokil itu termasuk Pratiwi. “ Obama, Obama, Obama....” Nama itu menggema ibarat sampai langit ketujuh.
Acara pun dimulai dan ternyata Arya terlebih dahulu melakukan pidatonya dengan bersemangat. Banyak siswa yang bertepuk tangan untuknya.
Setelah Arya mengucapkan kata-kata terakhirnya yang berbunnyi, “Majukan SMA kita demi Indonesia!” maka kata-kata itu lah sebagai tanda di mulainya pidato yang akan di sampaikan oleh Obama Renald.
Tak kalah dengan Arya, Renald berpidato dengan semangat dan berapi-api. Di iringi dengan kelancaran kosa kata yang keluar dari mulutnya, semakin sempurnalah pidato yang ia lontarkan kepada seisi sekolah.
Begitupun dengan Renald. Ia mengakhiri pidatonya dengan sebuah kata yang terukir. Bunyinya yaitu, “Secercah Cahaya akan Mengembang Sinarnya di SMA kita!!
Respek dari seluruh siswa sangat baik terhadap Renald. Renald menyihir seisi sekolah dengan beberapa untaian kata yang mengalir seperti air.
Renald belum beranjak dari podium. Apa yang akan ia lakukan? Apakah ia akan mengulang pidatonya? Mana mungkin pidato yang sempurna itu di ulang kembali.
“Sebelum saya turun dari podium ini, dan sebelum kakak-kakak, adik-adik dan rekan-rekan semua yang saya sayangi akan menentukan nasib sekolah kita selama setahun kedepan ini. Saya akan mengungkapkan perasaan saya kepada seorang gadis, yang cantiknya jelita dan selama ini diam-diam saya kagumi.” Ternyata Renald akan mengungkapkan perasaannya. Sekilat, seluruh siswa diam. Seperti serangga malam yang terinjak.
“Deg” jantung Pratiwi rasanya tertahan dari detaknya. “Mungkin saja, yang dimaksud oleh Renald adalah dia, atau gadis lain.”
“Dia adalah seorang gadis yang selama ini dekat sekali keberadaannya.”Satu ciri itu melunturkan keyakinan Pratiwi, karena dia bukanlah orang yang dekat dengannya.
“Gadis itu adalah idolaku.” Kembali keyakinan Pratiwi merosot, karena dia juga bukan seorang yang pantas di idolakan.
“Kenapa aku mengatakan dia seperti itu, karena ia telah tertanam dalam hati ku.” Pudarlah sudah semua keyakinannya, Pratiwi merasa Renald jarang sekali memperhatikan Pratiwi. Mana mungkin dia bisa berada didalam hati sang Barak Obama.
“Dia adalah.......”
Semua siswa tidak sabar ingin mengetahui orang yang di cintai oleh calon ketua osisnya. Pratiwi tidak akan sanggup mendengar nama gadis itu di sebutkan. Hatinya pasti akan tersayat-sayat. Dia langsung Membekap telinganya rapat-rapat
“Pratiwi Ayu Lestari.”
Otomatis, seluruh siswa memandang ke arah Pratiwi. Sedangkan Pratiwi tidak tahu bahwa nama gadis yang di sebutkan itu adalah namanya sendiri. Pratiwi pun menjadi terheran-heran, semua mata tertuju padanya.
“Aaa,, Ada apa iii,ini?” ia berkata terputus-putus.
Seisi sekolah bergemuruh dan bertepuk tangan. Respon dari merekapun bermacam-macam. Ada yang menggoda, ada yang terharu, ada yang tersenyum-senyum bahagia, dan yang tak di sangka ada pula yang cemburu.
Kini mata Renald pun tertahan di hadapan Pratiwi, “Bagaimana menurutmu Pratiwi?”
“Ah.... gg gue?” dia tidak tahu apa yang sebenarnya yang di maksud.
“Pratiwi, saya meminta secara khusus agar anda bisa naik ke atas podium ini.” Jelas Renald.
“Oh,, ternyata benar, yang dimaksud mungkin gue.” Keyakinan itupun tumbuh kembali di dadanya. Dan Pratiwi lantas menaiki podium.
Pratiwi berdiri di samping Renald. Renald tidak membiarkan Pratiwi begitu saja. “Pratiwi, apakah tadi kau telah mendengar kataku?”
“Iya!” Pratiwi mencoba untuk bersikap dingin, seakan ia tak peduli.
“Terus?”
“Gue kira, orang itu bukan gue. Karena ciri-ciri yang tadi lo sebutin sangat bertentangan dengan gue.”
“Apakah kau tidak mendengarkan kataku yang terakhir?”
“Gggue denger kok.”
“tadi itu aku berkata, Kenapa aku mengatakan kamu seperti itu, karena kanu telah tertanam dalam hati ku.” Kata-kata itu menambah kekaguman Pratiwi. “Apakah kau juga akan menyimpan diriku di hatimu?”
“Kenapa lu nanya kayak gitu?” Renald sedikit heran dengan jawaban Pratiwi. “tentu saja, dari dulu..... lu selalu ada dalam hati gue, tanpa lu suruh sedikitpun.” Serempak seluruh siswapun bertepuk tangan dan terharu bangga kepada calon ketua osisnya juga pada Pratiwi.
Kejadian yang terakhir itu semakin menguatkan hasil pemilihan siswa, 80% memilih Renald. Dan di mulai dari situlah Pratiwi menyandang status berpacaran dengan Renaldy Alfandy.
Pratiwi kini tidak lagi berangan-angan di udara. Kini ia sangat bahagia dengan Ketua osisnya yang tercinta. Begitupun dengan Renald sendiri, sesungguhnya dari dulu ia sangat menyukai Pratiwi. Namun disembunyikan dengan rapi, sebelum ia nyatakan sendiri lewat hati ke hati. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar